Senin, 16 Mei 2016

ILMU POLITIK DAN DASAR-DASARNYA


BAB I

PENDAHULUAN



A.     LATAR BELAKANG



Ilmu politik adalah salah satu cabang ilmu sosial yang berdampingan erat dengan cabang ilmu sosial lainnya, namun walaupun ilmu-ilmu itu saling berdampingan dan berhubungan erat tentu ada pembatas antara ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial lainnya dengan melihat sifat dan ruang lingkup ilmu politik itu sendiri.

Sistem politik hanya merupakan salah satu dari bermacam-macam sistem yang terjadi di masyarakat, seperti sistem ekonomi, sistem sosial, sistem komunikasi dan lain-lain. Setiap sistem tentu memiliki tujuan dan fungsi masing-masing untuk menjaga kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut. Dalam hal ini, maka sistem politik menjalankan fungsi-fungsi dan tujuan tertentu untuk masyarakat, yaitu merumuskan tujuan-tujuan masyarakat dan selanjutnya diaksanakan oleh kebijakan-kebijakan untuk kepentingan masyarakat.

Karena itu, masyarakat perlu mengetahui dam memahami ilmu politik mulai dari lingkup kecil sampai lingkup yang labih luas. Agar masyarakat dapat berkontribusi langsung demi memajukan negara kita tercinta ini.



B.     RUMUSAN MASALAH

Untuk lebih sistematis, maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:

1.        Sebutkan defenisi tentang ilmu politik!

2.        Apa saja konsep dan teori dari ilmu politik?

3.        Sebutkan ideologi tentang ilmu politik!







C.     TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis memberikan beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu

1.      Untuk mengetahui defenisi dari ilmu politik.

2.      Untuk mengetahui konsep dan teori dari ilmu politik.

3.      Untuk mengetahui ideologi-ideologi yang terdapat dalam ilmu politik.













































BAB II

PEMBAHASAN



A.   Defenisi Ilmu Politik

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari atau politics atau kepolitikan. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat berwujud proses pembuatan keputusan (decision making) khususnya dalam negara. Ilmu politik sama dengan ilmu sosial lainnya yang berobjekkan manusia sebagai kelompok masyarakat. Ilmu tersebut mempelajari tentang kerjasama manusia untuk mencapai sesuatu.

Secara etimologis, politik berasal dari bahasa yunani “ Polis “ yang berarti kota berstatus negara. Istilah politik diartikan berbagai macam kegiatan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Plato dan aristoles mengemukakan en dam onia atau the good life ( usaha-usaha mencapai kehidupan yang baik ).

Disamping itu, para phylosophi juga memberikan defenisi tentang ilmu politik, yaitu :

1.    Menurut Rod Hague et al : “Politik adalah kegiatan menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan diantara anggotanya.

2.    Menurut Andrew Heywood : “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.







Sedangkan tujuan dari ilmu politik adalah untuk mengetahui dan membahas tentang pembagian wilyah, batas negara dan masalah yang berhubungan dengan kekuasaan negara.



Perspektif Intelektual

Tujuan politik adalah untuk berpolitik dan untuk tindakan politik. Agar dapat bertindak baik dalam politik, masyarakat harus mempelajari seni politik, asas dan nilai-nilai politik yang dianggap penting. Perspektif intelektual adalah perspektif yang memepergunakan diri sendiri sebagai titik tolak. Sebab perspektif itu bertolak dan di bangun berdasarkan pada apa yang dianggap salah oleh individu tersebut.



Perspektif Politik

Pandangan intelektual mengenai politik tidak jauh berbeda dengan pandangan politisi. Dimana politik hanya dipandang sebagai jalan untuk mendapatkan kekuasaan.



Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep itu adalah

  1. Negara (state);

Adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.

Menurut Roger F. Soltou : “Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara negara dengan warganyaserta hubungan antarnegara.









  1. Kekuasaan (power);

Adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.



  1. Pengambilan Keputusan (decision making);

Keputusan adalah hasil dari membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan Pengambilan Keputusan menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.



  1. Kebijakan (policy, beleid);

Adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu.



  1. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam ilmu sosial, suatu nilai adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang mempunyai harga dan sesuatu yang ingin dimiliki manusia.



B.   Konsep dan Teori Ilmu Politik

1.    Konsep

adalah abstraksi dari atau mencerminkan persepsi mengenai realitas, atas dasar konsep atau seperangkat konsep disusun atau dirumuskan generalisasi. Generalisasi adalah proses melalui suatu observasi mengenai satu fenomena tertentu berkembang menjadi suatu observasi mengenai lebih dari satu fenomena.



2.    Teori Politik

Adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik.

Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu :

a.    Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.

b.    Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah “value free” (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.



C.   Ideologi

Adalah himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah lakunya.



Berikut ini akan dipaparkan ideoogi-ideologi yang terdapat dalam ilmu politik, yaitu :

1.    Kapitalisme

Kapitalisme merupakan suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok kecil masyarakat sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Bapak ideologi kapitalisme adalah Adam Smith dengan Teorinya the Wealth Of Nations, yaitu kemakmuran bangsa-bangsa akan tercapai melalui ekonomi persaingan bebas, artinya ekonomi yang bebas dari campur tangan negara.

Kapitalisme adalah sebuah ajaran yang didasarkan pada sebuah asumsi bahwa manusia secara individu adalah makhluk yang tidak boleh dilanggar kemerdekaannya dan tidak perlu tunduk pada batasan –batasan sosial .



2.    Liberalisme

Menurut faham liberalisme, manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Manusia dalam perspektif libreralisme sebagai pribadi yang utuh dan lengkap yang terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memliki potensi dan senantiasa berjuang untuk kepentingan dirinya sendiri.



3.    Sosialisme

Sosialisme merupakan suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik bersama seluruh masyarakat atau milik negara sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan bersama kapital atau kepemilikan kapital oleh negara adalah dewa diatas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia harus dijadikan kapital bersama seluruh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui sistem kerja sama, hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama, dan distribusi hasil kerja berdasar prestasi kerja yang telah diberikan.



4.    Posmodernisme dan posmarsisme kedua ideologi ini karena kontradiksi antara kapitalisme dan sosialisme yang makin menajam. Sebagian besar ilmuwan politik mencari jalan keluar dan menemukan realitas, bahwa pemikir kapitalis mencari jalan keluar berupa posmarxisme. Kedua ideologi ini hakikatnya adalah revisionisme, mengaburkan paham kapitalisme dan sosialisme.

a.    Posmodernisme

Postmodernisme merupakan ideologi tentang hak untuk berbeda
( The Right of Different) yang menolak penyelamatan manusia dari penghisapan manusia atas manusia yang dikumandangkan oleh ideologi sosialisme, dan menolak hegemoni dan dominasi kapital terhadap kehidupan manusia.

b.    Posmarxisme

Pormaxisme merupakan ideologi kaum intelektual bekas kaum Marxist yang ingin memperbaiki nasib rakyat jelata melalui program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah borjuis.



Pormaxisme berlawanan marxisme, yaitu ideologi lahir dari kesadaran kaum buruh untuk mengubah nasibnya dan penindasan, penghisapan kaum kapitalis melalui revolusi sosial.



Faham Keagamaan

Ideologi keagaamaan pada hakikatnya memiliki perspektif dan tujuan yang berbeda dengan ideologi liberalisme dan komunisme. Sebenarnya sangat sulit untuk menentukan tipologi ideologi keagamaan, karena sangat banyak dan beraneka ragamnya wujud, gerak dan tujuan dari ideologi tersebut.



Namun secara keseluruhan terdapat suatu ciri bahwa ideologi keagamaan senantiasa mendasarkan pemikiran, cita-cita serta moralnya pada suatu ajaran agama tertentu. Gerakan-gerakan politik yang mendasar pada suatu ideologi keagamaan lazimnya sebagai sauatu reaksi atas ketidakadilan, penindasan, serta pemaksaan terhadap suatu bangsa, etnis, ataupun kelompok yang mendasarkan pada suatu agama.



Ideologi Pancasila

Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.



Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan dikalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.




BAB III

PENUTUP





A.   Kesimpulan

Politik adalah ilmu yang yang mempelajari gejala-gejala yang teratur dalam kehidupan bermasyarakatdengan pemusatan perhatian pada perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai apa yang diinginkan. Politik bertujuan untuk mencapai tujuan negara, diantaranya kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.



B.   Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan para mahasiswa, khususnya bagi penulis sendiri agar lebih muda memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji pada materi “Konsep-Konsep Dasar Ilmu Politik”.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun. Akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA



Budiardjo, Miriam. 2012. Dasar-dasarIlmu Politik  Edisi Revisi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Cholisin. 2012.





Rabu, 11 Mei 2016

PERILAKU KONSUMEN DALAM ISLAM



A.     
1.            Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen merupakan jiwa perusahaan yang menentukan corak, arah, macam serta banyaknya produksi yang dibuat oleh produsen. (Lili M. Sadeli, 2000:15)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional  Bab I  Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2.            Pengertian Perilaku Konsumen
Konsep perilaku konsumen secara terus-menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Dengan mempelajari perilaku konsumen, maka akan mengetahui kesempatan baru dan mendapatkan konsumen atau pelanggan terhadap produk yang ditawarkan kepada mereka serta dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengembangkan usaha yang sejalan dengan permintaan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya yang tersedia dan dimiliki untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. (Tatik Suryani, 2008:20)
Perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumber dayanya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang, usaha) untuk mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. (Schiffman dan Kanuk, 2005:9)
Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi dan menghabiskan produk. Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:4)
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur barang dan jasa. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga termasuk variabel-variabel yang tidak dapat diamati seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Perilaku konsumen merupakan  tindakan perorangan dalam  memperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi termasuk proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan. (Nembah F. Hartimbul Ginting, 2011:33)
Teori perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya (Mustafa Edwin Nasution, 2006:56). Teori perilaku itu adalah:
a.             Pertimbangan ekonomi
Menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan pembelian merupakan hal perhitungan ekonomi rasional dan sadari sehingga mereka akan membeli produk yang dapat memberikan kepuasan paling besar, sesuai dengan biaya secara relatif.
b.             Pertimbangan sosiologi
Menyatakan bahwa keinginan dan perilaku seseorang sebahagian dibentuk oleh kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya.
c.             Pertimbangan lingkungan
Menyatakan bahwa seseorang akan selalu didorong oleh kebutuhan dasarnya, yang terbentuk dari pengaruh  lingkungan dimana ia berada atau tinggal (bermukim).
d.            Faktor antropologi
Teori ini hampir sama dengan teori faktor sosial, namun lebih mengutamakan kelompok sosial yang besar ruang lingkupnya lebih luas seperti kebudayaan dan kelas sosial.
Perilaku konsumen menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan, mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengaitkannya dengan  strategi  pemasaran  yang akan disusunnya.
Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing.
3.            Perilaku Konsumen Menurut Perspektif Islam
Dalam Islam, perilaku seorang konsumen harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah SWT. Setiap pergerakan dirinya, yang berbentuk belanja sehari-hari, tidak lain adalah manifestasi zikir dirinya atas nama Allah. Dengan demikian, dia lebih memilih jalan yang dibatasi Allah dengan tidak memilih barang haram, tidak kikir, dan tidak tamak supaya hidupnya selamat baik di dunia maupun akhirat. (Muhammad Muflih, 2006:4)
Islam juga mengatur seluruh perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, konsumsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam telah mengatur jalan hidup manusia lewat Al-Quran dan Hadits supaya manusia dijauhkan dari sifat yang hina karena perilaku konsumsinya.
Islam mengajarkan kepada konsumen untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Konsumsi yag berlebih-lebihan merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). (Nur Rianto Al Arif, 2010:86) Allah berfirman dalam surat Al-A’raf:31  
Artinya: Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi  jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2015:154)
Dalam ayat di atas Al-Qur’an merekomendasikan kepada kaum muslim agar bertindak dan bersikap sederhana bukan saja dalam hal makanan dan minuman, malah lebih jauh keseluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsir al-Misbah, bahwa yang haram itu ada dua macam yaitu haram karena zatnya, seperti babi, bangkai dan darah, dan yang haram karena sesuatu yang bukan dari zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan, merugikan diri sendiri dan orang lain dan dampak negatif lainnya. Jenis yang halal adalah yang bukan termasuk dalam dua hal ini. (Muhammad Muflih, 2006:14)
Perilaku konsumen muslim berbeda dengan perilaku konsumen nonmuslim, karena:
1.            Fungsi objektif konsumen muslim berbeda dari konsumen yang lain, karena konsumen muslim dalam konsumsinya juga mengharapkan ridha Allah SWT, sehingga akan terdapat unsur pengeluaran di jalan Allah dalam fungsi konsumsinya.
2.            Vektor komoditas dari konsumen muslim adalah berbeda dari pada konsumen nonmuslim, meskipun semua elemen dari barang dan jasa tersedia. Karena Islam melarang seorang muslim mengkonsumsi beberapa komoditas.
3.            Seorang muslim dilarang untuk membayar atau menerima bunga dari pinjaman dalam bentuk apapun.
4.            Bagi seorang konsumen muslim, anggaran yang dapat digunakan untuk optimisasi konsumsi adalah pendapatan bersih setelah pembayaran zakat.
5.            Konsumen muslim harus menahan diri dari konsumsi yang berlebihan.
Dalam Islam terdapat beberapa etika yang harus ditaati oleh tiap konsumen muslim dalam aktifitas konsumsinya agar aktifitas konsumsi yang dilakukan tidak merugikan. Berikut etika konsumsi dalam Islam (Nur Rianto, 2010:86)
1.            Tauhid (kesatuan)
Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga senantiasa berada dalam hukum Allah. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang dicipta Allah untuk umat manusia. Adapun dalampandangan kapitalis, konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu, harga barang, dan pendapatan, tanpa memedulikan dimensi spiritual, kepentingan orang lain, dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga pada ekonomi konvensional manusia diartikan sebagai individu yang memiliki sifat homo economicus. 
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyaat: 56)

2.            Adil (Keadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah SWT. Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga di samping mendapatkan keuntungan materiil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. Al-Qur’an secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karenanya, dalam Islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata, namun juga untuk kepentingan dijalan Allah (fisabilillah).
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
Artinya:”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”(Al-Baqarah :168)

3.            Kehendak Bebas
Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah. Sehingga kebebasan dalam melakukan aktifitas haruslah tetap memiliki batasan agar jangan sampai menzalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
4.            Amanah (Pertanggung Jawaban)
Dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan atas kebebasantersebut baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat, diri sendiri maupun di akhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai seorang muslim bukan hanya kepada Allah SWT namun juga kepada lingkungan.
5.            Halal
Dalam Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta akan menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual. Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam serta dapat menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi akan dilarang.
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah :173)

6.            Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewah), yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya mempertaruhkan nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Maidah :87)