Rabu, 11 Mei 2016

PERILAKU KONSUMEN DALAM ISLAM



A.     
1.            Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen merupakan jiwa perusahaan yang menentukan corak, arah, macam serta banyaknya produksi yang dibuat oleh produsen. (Lili M. Sadeli, 2000:15)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional  Bab I  Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2.            Pengertian Perilaku Konsumen
Konsep perilaku konsumen secara terus-menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Dengan mempelajari perilaku konsumen, maka akan mengetahui kesempatan baru dan mendapatkan konsumen atau pelanggan terhadap produk yang ditawarkan kepada mereka serta dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengembangkan usaha yang sejalan dengan permintaan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya yang tersedia dan dimiliki untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. (Tatik Suryani, 2008:20)
Perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumber dayanya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang, usaha) untuk mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. (Schiffman dan Kanuk, 2005:9)
Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi dan menghabiskan produk. Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:4)
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur barang dan jasa. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga termasuk variabel-variabel yang tidak dapat diamati seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Perilaku konsumen merupakan  tindakan perorangan dalam  memperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi termasuk proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan. (Nembah F. Hartimbul Ginting, 2011:33)
Teori perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya (Mustafa Edwin Nasution, 2006:56). Teori perilaku itu adalah:
a.             Pertimbangan ekonomi
Menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan pembelian merupakan hal perhitungan ekonomi rasional dan sadari sehingga mereka akan membeli produk yang dapat memberikan kepuasan paling besar, sesuai dengan biaya secara relatif.
b.             Pertimbangan sosiologi
Menyatakan bahwa keinginan dan perilaku seseorang sebahagian dibentuk oleh kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya.
c.             Pertimbangan lingkungan
Menyatakan bahwa seseorang akan selalu didorong oleh kebutuhan dasarnya, yang terbentuk dari pengaruh  lingkungan dimana ia berada atau tinggal (bermukim).
d.            Faktor antropologi
Teori ini hampir sama dengan teori faktor sosial, namun lebih mengutamakan kelompok sosial yang besar ruang lingkupnya lebih luas seperti kebudayaan dan kelas sosial.
Perilaku konsumen menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan, mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengaitkannya dengan  strategi  pemasaran  yang akan disusunnya.
Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing.
3.            Perilaku Konsumen Menurut Perspektif Islam
Dalam Islam, perilaku seorang konsumen harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah SWT. Setiap pergerakan dirinya, yang berbentuk belanja sehari-hari, tidak lain adalah manifestasi zikir dirinya atas nama Allah. Dengan demikian, dia lebih memilih jalan yang dibatasi Allah dengan tidak memilih barang haram, tidak kikir, dan tidak tamak supaya hidupnya selamat baik di dunia maupun akhirat. (Muhammad Muflih, 2006:4)
Islam juga mengatur seluruh perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, konsumsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam telah mengatur jalan hidup manusia lewat Al-Quran dan Hadits supaya manusia dijauhkan dari sifat yang hina karena perilaku konsumsinya.
Islam mengajarkan kepada konsumen untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Konsumsi yag berlebih-lebihan merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). (Nur Rianto Al Arif, 2010:86) Allah berfirman dalam surat Al-A’raf:31  
Artinya: Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi  jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2015:154)
Dalam ayat di atas Al-Qur’an merekomendasikan kepada kaum muslim agar bertindak dan bersikap sederhana bukan saja dalam hal makanan dan minuman, malah lebih jauh keseluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsir al-Misbah, bahwa yang haram itu ada dua macam yaitu haram karena zatnya, seperti babi, bangkai dan darah, dan yang haram karena sesuatu yang bukan dari zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan, merugikan diri sendiri dan orang lain dan dampak negatif lainnya. Jenis yang halal adalah yang bukan termasuk dalam dua hal ini. (Muhammad Muflih, 2006:14)
Perilaku konsumen muslim berbeda dengan perilaku konsumen nonmuslim, karena:
1.            Fungsi objektif konsumen muslim berbeda dari konsumen yang lain, karena konsumen muslim dalam konsumsinya juga mengharapkan ridha Allah SWT, sehingga akan terdapat unsur pengeluaran di jalan Allah dalam fungsi konsumsinya.
2.            Vektor komoditas dari konsumen muslim adalah berbeda dari pada konsumen nonmuslim, meskipun semua elemen dari barang dan jasa tersedia. Karena Islam melarang seorang muslim mengkonsumsi beberapa komoditas.
3.            Seorang muslim dilarang untuk membayar atau menerima bunga dari pinjaman dalam bentuk apapun.
4.            Bagi seorang konsumen muslim, anggaran yang dapat digunakan untuk optimisasi konsumsi adalah pendapatan bersih setelah pembayaran zakat.
5.            Konsumen muslim harus menahan diri dari konsumsi yang berlebihan.
Dalam Islam terdapat beberapa etika yang harus ditaati oleh tiap konsumen muslim dalam aktifitas konsumsinya agar aktifitas konsumsi yang dilakukan tidak merugikan. Berikut etika konsumsi dalam Islam (Nur Rianto, 2010:86)
1.            Tauhid (kesatuan)
Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga senantiasa berada dalam hukum Allah. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang dicipta Allah untuk umat manusia. Adapun dalampandangan kapitalis, konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu, harga barang, dan pendapatan, tanpa memedulikan dimensi spiritual, kepentingan orang lain, dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga pada ekonomi konvensional manusia diartikan sebagai individu yang memiliki sifat homo economicus. 
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyaat: 56)

2.            Adil (Keadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah SWT. Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga di samping mendapatkan keuntungan materiil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. Al-Qur’an secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karenanya, dalam Islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata, namun juga untuk kepentingan dijalan Allah (fisabilillah).
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
Artinya:”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”(Al-Baqarah :168)

3.            Kehendak Bebas
Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah. Sehingga kebebasan dalam melakukan aktifitas haruslah tetap memiliki batasan agar jangan sampai menzalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
4.            Amanah (Pertanggung Jawaban)
Dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan atas kebebasantersebut baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat, diri sendiri maupun di akhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai seorang muslim bukan hanya kepada Allah SWT namun juga kepada lingkungan.
5.            Halal
Dalam Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta akan menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual. Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam serta dapat menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi akan dilarang.
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah :173)

6.            Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewah), yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya mempertaruhkan nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Maidah :87)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar