A.
1.
Pengertian Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen
merupakan jiwa perusahaan yang menentukan corak, arah, macam serta banyaknya
produksi yang dibuat oleh produsen. (Lili M. Sadeli, 2000:15)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang
Badan Perlindungan Konsumen Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan tidak
untuk diperdagangkan.
2.
Pengertian Perilaku
Konsumen
Konsep perilaku konsumen secara
terus-menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Dengan mempelajari
perilaku konsumen, maka akan mengetahui kesempatan baru dan mendapatkan
konsumen atau pelanggan terhadap produk yang ditawarkan kepada mereka serta
dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengembangkan usaha yang sejalan dengan
permintaan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen merupakan studi
yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya
yang tersedia dan dimiliki untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan
dikonsumsi. (Tatik Suryani, 2008:20)
Perilaku konsumen
merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan
membelanjakan sumber dayanya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang, usaha)
untuk mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. (Schiffman
dan Kanuk, 2005:9)
Perilaku konsumen
menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam
memperoleh, memakai, mengkonsumsi dan menghabiskan produk. Perilaku konsumen
merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau
organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam
mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat
dipengaruhi lingkungan. (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:4)
Perilaku konsumen
menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan
bagaimana mereka menggunakan dan mengatur barang dan jasa. Mengetahui perilaku
konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang
dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah
dibeli dikonsumsi. Juga termasuk variabel-variabel yang tidak dapat diamati
seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi,
bagaimana mereka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang
kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Perilaku konsumen merupakan
tindakan perorangan dalam
memperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi termasuk
proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan. (Nembah F. Hartimbul
Ginting, 2011:33)
Teori perilaku
konsumen (consumer behavior)
mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang
dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya (Mustafa Edwin Nasution, 2006:56).
Teori perilaku itu adalah:
a.
Pertimbangan ekonomi
Menyatakan bahwa keputusan
seseorang untuk melakukan pembelian merupakan hal perhitungan ekonomi rasional
dan sadari sehingga mereka akan membeli produk yang dapat memberikan kepuasan paling
besar, sesuai dengan biaya secara relatif.
b.
Pertimbangan sosiologi
Menyatakan bahwa keinginan dan
perilaku seseorang sebahagian dibentuk oleh kelompok sosial tempat ia menjadi
anggotanya.
c.
Pertimbangan lingkungan
Menyatakan bahwa seseorang akan selalu
didorong oleh kebutuhan dasarnya, yang terbentuk dari pengaruh lingkungan dimana ia berada atau tinggal
(bermukim).
d.
Faktor antropologi
Teori ini hampir sama dengan
teori faktor sosial, namun lebih mengutamakan kelompok sosial yang besar ruang
lingkupnya lebih luas seperti kebudayaan dan kelas sosial.
Perilaku konsumen menurut
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan
yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan
proses pengambilan keputusan, mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau
jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Di dalam mempelajari
perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen
semata saja namun juga perlu mengaitkannya dengan strategi
pemasaran yang akan disusunnya.
Strategi pemasaran
yang baik pada hakekatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan
konsumennya. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan
keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat
yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing.
3.
Perilaku Konsumen
Menurut Perspektif Islam
Dalam Islam, perilaku seorang
konsumen harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah SWT. Setiap
pergerakan dirinya, yang berbentuk belanja sehari-hari, tidak lain adalah
manifestasi zikir dirinya atas nama Allah. Dengan demikian, dia lebih memilih
jalan yang dibatasi Allah dengan tidak memilih barang haram, tidak kikir, dan
tidak tamak supaya hidupnya selamat baik di dunia maupun akhirat. (Muhammad
Muflih, 2006:4)
Islam juga mengatur seluruh perilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, konsumsi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Islam telah mengatur jalan hidup
manusia lewat Al-Qur’an dan Hadits supaya manusia dijauhkan
dari sifat yang hina karena perilaku konsumsinya.
Islam mengajarkan kepada konsumen untuk memakai dasar yang benar agar
mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Konsumsi yag berlebih-lebihan
merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam
dan disebut dengan israf (pemborosan)
atau tabzir (menghambur-hamburkan
harta tanpa guna). (Nur Rianto Al Arif, 2010:86) Allah berfirman dalam surat Al-A’raf:31
Artinya: Wahai anak cucu
Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.
Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2015:154)
Dalam ayat
di atas Al-Qur’an merekomendasikan kepada kaum muslim agar bertindak dan
bersikap sederhana bukan saja dalam hal makanan dan minuman, malah lebih jauh
keseluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsir al-Misbah, bahwa yang haram itu ada dua
macam yaitu haram karena zatnya, seperti babi, bangkai dan darah, dan yang
haram karena sesuatu yang bukan dari zatnya, seperti makanan yang tidak
diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan, merugikan diri sendiri
dan orang lain dan dampak negatif lainnya. Jenis yang halal adalah yang bukan
termasuk dalam dua hal ini. (Muhammad Muflih, 2006:14)
Perilaku konsumen muslim berbeda dengan perilaku
konsumen nonmuslim, karena:
1.
Fungsi objektif konsumen muslim
berbeda dari konsumen yang lain, karena konsumen muslim dalam konsumsinya juga
mengharapkan ridha Allah SWT, sehingga akan terdapat unsur pengeluaran di jalan
Allah dalam fungsi konsumsinya.
2.
Vektor komoditas dari konsumen
muslim adalah berbeda dari pada konsumen nonmuslim, meskipun semua elemen dari
barang dan jasa tersedia. Karena Islam melarang seorang muslim mengkonsumsi
beberapa komoditas.
3.
Seorang muslim dilarang untuk
membayar atau menerima bunga dari pinjaman dalam bentuk apapun.
4.
Bagi seorang konsumen muslim,
anggaran yang dapat digunakan untuk optimisasi konsumsi adalah pendapatan
bersih setelah pembayaran zakat.
5.
Konsumen muslim harus menahan
diri dari konsumsi yang berlebihan.
Dalam Islam terdapat beberapa etika yang harus
ditaati oleh tiap konsumen muslim dalam aktifitas konsumsinya agar aktifitas
konsumsi yang dilakukan tidak merugikan. Berikut etika konsumsi dalam Islam (Nur
Rianto, 2010:86)
1.
Tauhid (kesatuan)
Dalam perspektif Islam,
kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga
senantiasa berada dalam hukum Allah. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari
kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan
barang-barang dan anugerah yang dicipta Allah untuk umat manusia. Adapun
dalampandangan kapitalis, konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu,
harga barang, dan pendapatan, tanpa memedulikan dimensi spiritual, kepentingan
orang lain, dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga pada ekonomi
konvensional manusia diartikan sebagai individu yang memiliki sifat homo economicus.
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.” (Adz-Dzariyaat: 56)
2.
Adil (Keadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai
karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah SWT. Pemanfaatan atas karunia
Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga di
samping mendapatkan keuntungan materiil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan
spiritual. Al-Qur’an secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk
hal-hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan
yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karenanya, dalam Islam konsumsi
tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata, namun juga untuk
kepentingan dijalan Allah (fisabilillah).
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
Artinya:”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”(Al-Baqarah :168)
3.
Kehendak Bebas
Manusia diberi
kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai
dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia yang
diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini
tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan
hukum sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah.
Sehingga kebebasan dalam melakukan aktifitas haruslah tetap memiliki batasan
agar jangan sampai menzalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam
ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan
pihak lain menjadi menderita.
4.
Amanah (Pertanggung Jawaban)
Dalam hal melakukan
konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan
atas kebebasantersebut baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat, diri
sendiri maupun di akhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai seorang muslim
bukan hanya kepada Allah SWT namun juga kepada lingkungan.
5.
Halal
Dalam Islam,
barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan
nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta akan menimbulkan kemaslahatan
untuk umat baik secara materiil maupun spiritual. Sebaliknya, benda-benda yang
buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak
dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam serta dapat
menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi akan dilarang.
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ÍÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uöxî 8ø$t/ wur 7$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ
Artinya:”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah :173)
6.
Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk pemborosan dan
berlebih-lebihan (bermewah-mewah), yaitu membuang-buang harta dan
menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya mempertaruhkan
nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Maidah
:87)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar